Items filtered by date: Senin, 18 April 2022
18 April 2022 In Iswadi Syahrial Nupin

Didalam mukaddimah Undang-undang Dasar 1945 pada alenia ke 4 dinyatakan, “......melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,.....”. Pada alenia tersebut tertulis kata mencerdaskan kehidupan bangsa. Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu amanah para pendiri bangsa (founding fathers) setelah kemerdekaan Republik Indonesia. Prof. Sri Edi Swasono (2005) menjelaskan bahwa maksud “Mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah kehidupannya yang dicerdaskan, bukan sekedar kemampuan otaknya. Mencerdaskan kehidupan bangsa lebih merupakan konsepsi budaya daripada konsepsi biologis-genetika. Para founding father menolak sikap dan perilaku ke-inlander-an, yaitu sikap hidup sebagai inlander, sebagai yang terjajah, terbenam harga dirinya, penuh unfreedom atau keterbelengguan diri. Kehidupan yang cerdas menuntut kesadaran harga diri, harkat, dan martabat, kemandirian memiliki innerlijke beschaving, tahan uji, pintar dan jujur.

Cerdas literasi sosial merupakan tuntutan di Era Revolusi Industri 4.0. Literasi sosial didefinisikan kemampuan anak usia dini untuk berinteraksi, memelihara, dan membangun hubungan dengan orang lain. Kegiatan literasi sosial tidak hanya melibatkan guru PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) akan tetapi juga aktivis literasi dan pustakawan. Literasi sosial melibatkan kemampuan mengetahui dan mengekspresikan emosi sendiri dengan sukses. Literasi sosial juga disebut kecerdasan sosial atau literasi emosional (Hamilton, 2006). Realitas ini sesuai dengan pernyataan Hurlock (1978),  bahwa kecerdasan sosial dalam hal ini literasi sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Literasi sosial difokuskan untuk meningkatkan keterampilan sosial anak. Karena pentingnya keterampilan sosial anak, maka anak perlu belajar dan praktek keterampilan sosial. Dalam riset yang dilakukan oleh Alexander dan Entwisle, ditemukan hasil bahwa anak yang mampu dalam keterampilan sosial mempengaruhi akademik mereka sebaik perilaku sosialnya (dalam Kostelnik, 1999).

Berikut ini dijelaskan tentang tahapan literasi sosial bagi anak khususnya usia dini :

Pertama, Literasi sosial dimulai dengan penyajian materi pola asuh anak usia dini, dengan mengundang orangtua untuk menjelaskan tentang pola pengasuhan anak usia dini kaitannya dengan peningkatan kemampuan literasi sosial anak. Kegiatan ini dilanjutkan dengan tanya jawab, brainstorming, diskusi kelompok, dan umpan balik hasil diskusi.

Kedua, Penguatan literasi sosial anak usia dini melalui cerita tentang kehidupan hewan untuk membangkitkan kemampuan literasi sosial yang sekaligus imajinasi anak tentang dunia sekelilingnya dengan menirukan suara binatang sekaligus memberi penguatan nilai-nilai kerjasama. Kegiatan tahap kedua ini didukung dengan gambar hewan secara seri/berurutan.

Ketiga, Penguatan literasi sosial anak usia dini melalui kegiatan bermain. Penguatan literasi sosial anak usia dini ini dengan metode bermain seperti menjala ikan atau menyusun kayu-kayu kecil yang kemudian menjadi bangunan. Permainan ini mendidik anak untuk berkolaborasi dengan baik, dan mau bermain dengan siapa saja tanpa pandang bulu. Dengan demikian literasi sosial anak diharapkan semakin kuat dan berkembang baik.

Agar kegiatan literasi sosial yang dilaksanakan di TBM berjalan dengan baik maka perlu adanya wadah atau forum masyarakat pegiat literasi. Hal ini sesuai dengan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perpustakaan BAB X Peran serta Masyarakat Pasal 78 ayat 2 yang berbunyi, Dalam rangka mendorong peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah melalui Perangkat Daerah dapat memfasilitasi terbentuknya wadah atau forum masyarakat penggiat literasi atau masyarakat gemar membaca. Yang menjadi pertanyaan dalam pasal ini tentang adanya redaksi memfasilitasi, apakah forum masyarakat pegiat literasi ini hanya mendapatkan fasilitas berupa legalitas organisasi secara hukum an sich, atau mendapat bantuan dana operasional dari Pemerintah Provinsi Sumatera Barat?. Semoga isu ini dapat dituntaskan dengan segera. Kegiatan Literasi sosial ini seyogianya juga diperluas dengan pemahaman aktivitas literasi informasi kepada khalayak. Oleh karena itu perlu kolaborasi yang baik antara pustakawan dengan aktivis literasi.

            Poin kerjasama yang perlu dibangun antara Pustakawan dengan Aktivis Literasi adalah sebagai berikut :

Pertama, membentuk forum masyarakat pegiat literasi yang pengurusnya adalah pustakawan dan aktivis literasi. Tujuanya agar transformasi ilmu pengetahuan dan sharing knowledge antara Pustakawan dan Aktivis Literasi berlangsung dengan baik.

Kedua, mengadakan pelatihan yang diinisiasi oleh organisasi Pustakawan terkait dengan tata kelola koleksi. Pustakawan dapat membagikan ilmunya kepada pengelola Taman Bacaan Masyarakat yang pengelolanya adalah aktivis literasi. Pustakawan yang menjadi narasumber otomatis memperoleh angka kredit yang dapat digunakan untuk kenaikan pangkat / jabatan. Pengenalan SLIMs (Senayan Library Management Systems) sangat penting bagi aktivis literasi dan perlu diterapkan pada Taman Bacaan Masyarakat.

Ketiga, bekerjasama dengan pemangku kebijakan di daerah dalam membentuk Taman Bacaan Masyarakat atau Perpustakaan Nagari apabila diwilayah tersebut tidak terdapat Taman Bacaan Masyarakat dan juga Perpustakaan Nagari. Untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan pemangku kebijakan di daerah sehingga Perpustakaan Nagari atau Taman Bacaan Masyarakat dapat dibina oleh forum masyarakat pegiat literasi.

Apabila ketiga kerjasama diatas berjalan dengan baik maka bukan tidak mungkin di Sumatera Barat terbentuk Masyarakat Sadar Literasi Informasi. Penguatan budaya literasi adalah kunci memajukan Indonesia. Demikian kata Lenang Menggala inisiator Gerakan Menulis Buku Indonesia..

18 April 2022 In Iswadi Syahrial Nupin

Setiap orang yang bekerja di kantor pasti akan mengalami stress kerja. Tak terkecuali Pustakawan. Perubahan software penginputan data koleksi lama digantikan yang terbaru membuat pustakawan harus kembali mempelajari aturan input data baru agar dapat bekerja dengan baik. Bagi digital immigrant yang kurang ahli atau tidak memiliki interes untuk belajar penginputan data, otomatis membuat yang bersangkutan mengalami stres kerja. Stres kerja juga terjadi akibat beban kerja yang meningkat karena tanggung jawab yang besar atau memaksakan diri untuk mencapai target tertentu untuk mencapai tujuan organisasi.

Yoder dan Staudohar (1982) mendefinisikan job stress refers to a physical or psychological deviation from the normal human state that is caused by stimuli in the work environment. Kurang lebih memiliki arti yakni suatu tekanan akibat bekerja juga akan mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang, di mana tekanan itu berasal dari lingkungan pekerjaan tempat individu tersebut berada. Emosi ini terbentuk kemungkinan berasal dari job burn out. Job burn out adalah perasaan lelah saat harus bekerja atau melakukan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Rasa lelah bekerja ini bisa jadi berbentuk fisik maupun emosional yang melibatkan berkurangnya perasaan bangga dan puas atas capaian yang dihasilkan dalam pekerjaan. Proses berfikir yang terlalu rumit dan njelimet membuat kondisi otak menjadi lelah. Disamping itu juga lantaran yang bersangkutan memiliki penyakit bawaan ditambah lagi beban kerja yang meningkat membuat yang bersangkutan stress.

Dilansir dari Accurate Online, manajemen stress adalah suatu cara atau metode penanganan gangguan psikologis yang ditujukan untuk mengendalikan tingkat stress individu, khususnya stres kronis. Beberapa ahli ada yang menjelaskan bahwa manajemen stress adalah suatu kemampuan dalam menggunakan sumber daya manusia secara efektif untuk bisa mengelola dan juga mengatasi gangguan serta kekacauan mental serta emosional yang terjadi karena adanya respon atau tanggapan.

Menyigi manajemen stres bertujuan untuk memperbaiki kualitas hidup yang lebih baik. Secara umum, stress mampu mempengaruhi cara pikir dan emosi setiap orang. Bila tekanan yang dialami oleh seseorang ternyata sangat besar, hal tersebut akan mengancam kemampuan setiap orang dalam menghadapi kondisi dan situasi dari lingkungannya.

Faktor penyebab stres kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu penyebab stres dari internal maupun eksternal. Berikut ini dijelaskan penyebab stres internal (dalam diri) :

Pertama, Workaholic (Gila Kerja). Workholic adalah orang yang melakukan pekerjaan secara kompulsif dan sangat kerap mengorbankan waktu tidur serta keluarganya sehingga mengakibatkan tekanan dalam jiwanya.

Kedua, Fixed Mindset, yakni mereka yang memiliki pikiran sempit dan kaku. Umumnya mereka memiliki banyak pikiran dan kaku atau tidak berpikir sama sekali secara normal.

Ketiga, Pikiran Negatif, hal tersebut ditandai dengan adanya cara pikir yang pesimistis, berlebihan mengkritik diri sendiri dan menganalisis sesuatu secara berlebihan.

Keempat, Gaya hidup dan juga kebiasaan buruk, seperti begadang, minum alkohol, kafein, perokok, dan sebagainya.

Adapun faktor penyebab stres eksternal (luar diri) yaitu :

Pertama, Peristiwa penting yang terjadi dalam hidup seseorang, seperti meninggalnya orang yang dikasihi, kehilangan pekerjaan, perceraian, putus cinta, dan sebagainya.

Kedua, Adanya interaksi sosial, seperti perlakukan kasar dari orang lain, sikap agresif dari orang lain, intimidasi dari pihak yang lebih berkuasa, dan sebagainya

Ketiga, Di dalam perusahaan, seperti deadline pekerjaan yang ketat, intimidasi dari pihak atasan atau rekan kerja, peraturan yang terlalu kaku, dan sebagainya.

Keempat, Kecerobohan sendiri, seperti lupa menyimpan kunci, lupa mematikan listrik, rusaknya peralatan, dan sebagainya.

Agar stres kerja dapat di manage dengan baik oleh pustakawan ada beberapa langkah yang harus dilakukan :

Pertama, Melakukan Pendekatan Individual. Pendekatan individual sangat diperlukan untuk menentukan keberhasilan manajemen stress di dalam suatu Perpustakaan. Ada baiknya dilakukan penerapan manajemen waktu secara baik dan tepat, meningkatkan waktu olahraga, melatih diri agar lebih rileks, memperluas sosialisasi.

Kedua, Melakukan Pendekatan Organisasional. Pendekatan organisasional dilakukan untuk mengelola stress di Perpustakaan. Umumnya dilakukan dengan cara :

a)      Membuat iklim Perpustakaan yang lebih mendukung

b)      Meminimalisir konflik antara sesama staf Perpustakaan.

c)      Menetapkan tujuan organisasi secara lebih realistis

d)      Mengatur job description para Pustakawan

e)      Melakukan perbaikan komunikasi dari dalam Perpustakaan

Ada beberapa langkah yang dilakukan untuk menerapkan manajemen stres di Perpustakaan :

Pertama, Identifikasi Perilaku dan Kebiasaan yang Bisa Menyebabkan Stress. Stress yang terjadi di lingkungan kerja tidak hanya terjadi karena adanya pekerjaan yang menumpuk dan tidak bisa terselesaikan saja. Tapi, stress juga bisa disebabkan karena permasalahan yang ada di rumah, seperti adanya konflik dengan teman, anggota keluarga, hutang yang besar, atau masalah lainnya. Berbagai teori psikologi mengatakan stress dapat diatasi dengan menulis atau bercerita pada pimpinan. Pimpinan Sumber Daya Manusia (SDM) mungkin tidak bisa ikut campur dalam kehidupan pribadi Pustakawan, tapi setidaknya dengan bertukar pikiran dapat diketahui solusi dari masalah yang terjadi.

Kedua, Menyediakan Fasiltas Olahraga di Perpustakaan. Ada beberapa Perpustakaan yang menyediakan meja pimpong yang dapat digunakan Pustakawan untuk berolahraga dikala senggang. Cara ini dapat dijadikan saran untuk Kepala Perpustakaan dalam menyediakan fasilitas yang tujuannya mengurangi stres Pustakawan. Dengan adanya fasilitas olahraga, maka Pustakawan akan mampu mengurangi kebiasaan mengatasi stress dengan cara yang tidak sehat seperti minum minuman beralkohol. Olahraga juga diklaim mampu mengatasi fokus dan meningkatkan konsentrasi Pustakawan.

Ketiga, Menyediakan Agenda untuk Outbond. Outbond atau Mancakrida adalah bentuk pembelajaran perilaku kepemimpinan dan manajemen di alam terbuka dengan pendekatan yang unik dan sederhana tetapi efektif karena pelatihan ini tidak sarat dengan teori-teori melainkan langsung diterapkan pada elemen-elemen yang mendasar yang bersifat sehari-hari, seperti saling percaya, saling memperhatikan serta sikap proaktif dan komunikatif.

Pustakawan dituntut mampu memanage stress sehingga sukses dalam menggapai puncak kariernya. Stres tidak diciptakan oleh peristiwa-peristiwa dalam hidupmu tetapi oleh reaksimu terhadapnya. Demikian  quote James Pierce, aktor kondang Amerika Serikat.