The Last Librarian di Era Disrupsi

28 Februari 2022

Judul esai diatas sebenarnya bukan untuk menakut-nakuti para mahasiswa yang mengenyam Pendidikan Diploma Tiga (D3) dan Strata Satu (S1) Ilmu Perpustakaan. Terlalu spekulatif sebenarnya apabila dikatakan bahwa era disrupsi, profesi pustakawan akan hilang dalam tamadun manusia. Penulis meyakini bahwa profesi Pustakawan akan senantiasa eksis hanya saja perannya menjadi konsultan informasi dan manajer informasi dalam suatu institusi. Peran tersebut menuntut Pustakawan agar belajar beradaptasi dengan perkembangan teknologi informasi yang pesat. Pustakawan harus memiliki semangat sebagai pembelajar mandiri.

Pada pertengahan Desember 2021, penulis kedatangan mahasiswa Diploma Tiga (D3) Prodi Ilmu Perpustakaan dan Informasi Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol (IB). Kedatangan mahasiswa tersebut untuk melaksanakan observasi ke Bidang Pelayanan Referensi dan Koleksi Berkala di UPT.Perpustakaan Universitas Andalas (Unand). Observasi yang mereka lakukan bertujuan untuk meyelesaikan tugas mata kuliah Layanan Perpustakaan. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah dibutuhkan bukti fisik yakni daftar kehadiran mahasiswa, data pendukung dan hasil wawancara yang direkam melalui gadged serta foto bersama pustakawan yang bertidak sebagai nara sumber.

Dalam kesempatan tersebut penulis menjelaskan hal-hal yang terjadi di era disrupsi kepada mahasiswa. Yang terjadi sebenarnya adalah penggunaan dan implementasi Artificial inteligence (AI) berbasis teknologi robotik, Big Data dan Augmented Reality (AR ) di Perpustakaan Perguruan Tinggi secara masif. Secara definisi sebagaimana yang dilansir di Britannica.com, artificial intelligence (AI), the ability of a digital computer or computer-controlled robot to perform tasks commonly associated with intelligent beings. Artificial inteligence dapat dikatakan kecerdasan buatan yang menggunakan robot dan komputer digital dalam melakukan pekerjaan sebagai prototip makhluk yang cerdas. Terminolgi ini sering digunakan untuk menjelaskan pengembangan sistem yang berbasis pada karakteristik proses intelektual manusia untuk menalar, menemukan makna, menggeneralisasi atau belajar dari pengalaman masa lalu. Penerapan kecerdasan buatan dapat dilakukan dengan cara mengoperasikan teknologi robotik untuk melakukan shelving (penataan koleksi buku), weeding (mengeluarkan koleksi buku yang rusak) dan stock opname (sensus koleksi buku). Robot dapat pula berperan sebagai pustakawan referensi dengan menerapkan kecerdasan buatan berbasis sistim pakar. Robot dapat melakukan tanya jawab dan merekomendasikan koleksi apa yang harus dijadikan referensi bagi pemustaka sebagai rujukan bagi penelitiannya.

Big data adalah data yang tersedia dalam database dengan jumlah besar yang terdiri atas beragam subyek ilmu pengetahuan. Dilansir pada gartner.com, Big data didefinisikan sebagai high-volume, high-velocity and/or high-variety information assets that demand cost-effective, innovative forms of information processing that enable enhanced insight, decision making, and process automation. Ini bermakna bahwa big data merupakan aset informasi yang memiliki volume yang tinggi, beragam, berisi informasi inovatif, hemat biaya, meningkatkan wawasan bagi pengambil keputusan sebagai proses automatisasi. Pemanfaatan Big data dapat dikatakan ekses dari Internet of Thing (IoT) di Perpustakaan Perguruan Tinggi. Pustakawan harus mampu mengetahui e-resources yang di Internet yang disimpan di cloud computing (computasi awan).

Dikutip dari Unair News online, peran pustakawan dalam implementasi big data di perpustakaan dinilai cukup penting, bekerjasama dengan para data analyst, data architect, IT specialist, untuk membangun database perpustakaan. Tugas dari pustakawan yang paling urgen adalah menentukan metadata, membuat thesaurus untuk membantu temu balik kembali, dan membuat parameter penelusuran. Implementasi big data di perpustakaan juga diikuti dengan pengembangan database teknologi, peningkatan skill pustakawan, mempromosikan interlibrary loan, dan layanan informasi personalisasi.

Augmented Reality adalah teknologi yang diperoleh dengan menggabungkan secara real time konten digital yang dibuat oleh komputer dengan dunia nyata. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Merriam-Webster.com, bahwa augmented reality didefinisikan sebagai an enhanced version of reality created by the use of technology to overlay digital information on an image of something being viewed through a device (such as a smartphone camera). Dengan kata lain augmented reality merupakan pengejawantahan versi nyata yang dibuat dan disempurnakan dengan teknologi digital menggunakan perangkat kamera seperti smartphone. Pemanfaatan konsep augmented reality dapat memudahkan hubungan dunia maya dengan dunia nyata hanya dengan memanfaatkan gadged yang ada ditangan. Perpustakaan Perguruan Tinggi dapat menerapkannya dengan melengkapi menu virtual tour pada Perpustakaan Digitalnya (baca : website). Kemudahan memanfaatkan menu virtual tour dapat dimanfaatkan pemustaka untuk mengunjungi Perpustakaan Perguruan Tinggi tanpa biaya. Hanya dengan duduk santai di rumah, pemustaka dapat melihat kondisi Perpustakaan Perguruan Tinggi yang dikunjunginya.

Read 6315 times Last modified on Senin, 28 Februari 2022 00:37