Wacana Tata Kelola Ruang Baca di Lingkungan Universitas Andalas

03 Oktober 2016

 

Pada medio 2007, Rektor Universitas Andalas (Unand), Prof.Dr.Musliar Kasim, mengambil kebijakan bahwa di Universitas hanya diperbolehkan ada satu perpustakaan dan beberapa ruang baca. Kebijakan ini merupakan implementasi peraturan Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI). Akibat kebijaksanaan ini, pustakawan di Perpustakaan Fakultas dipindahkan ke Perpustakaan Unand  atau Perpustakaan Pusat Unand. Akan tetapi pada saat mutasi staf Perpustakaan Fakultas ternyata ada sesuatu yang tidak sesuai penerapannya. Misalnya, Suryadi. Beliau pustakawan terampil dengan jabatan pustakawan penyelia tidak dimutasikan ke Perpustakaan Pusat Unand sebagaimana rekan-rekannya yang lain dan tetap menjadi staf di ruang baca Fakultas Kedokteran Unand.

 

Langkah strategis yang dilakukan oleh Prof.Dr.Musliar Kasim selanjutnya adalah memindahkan koleksi yang tersebar di ruang baca fakultas ke Perpustakaan Pusat agar dapat dimanfaatkan oleh pemustaka. Rencana ini mulanya disepakati oleh Pembantu Dekan I namun pada prakteknya tidak mendapat persetujuan dari Dekan Fakultas. Yang mendukung kebijakan Rektor Unand hanya Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB)  dan Dekan Fakultas Ilmu Sosial Politik (FISIP) Unand. Sebagian lain melakukan “penolakan” atas kesepakatan tersebut. Kedua Fakultas tersebut mengirimkan koleksinya ke Perpustakaan Pusat Unand. Akan tetapi setelah dicek satu persatu ternyata koleksi yang dikirimkan oleh Ruang Baca tersebut adalah koleksi yang telah diweeding (disiangi). Artinya, koleksi tersebut informasinya tidak lagi up to date, tidak pernah dibaca pemustaka dan juga ada yang memiliki kerusakan akibat tumpahan air.

 

Dari peristiwa ini penulis menyimpulkan bahwa kebijakan Prof.Dr.Musliar Kasim tersebut didukung setengah hati oleh kolega-koleganya. Penetapan sentralisasi perpustakaan dengan slogan ONE UNIVERSITY ONE LIBRARY di Universitas Andalas ternyata tidak sesuai harapan. Alasan tidak mendukung langkah sentralisasi perpustakaan kemungkinan ketika mendapatkan dana hibah bersaing maka dosen di Fakultas yang berhasil mendapatkan dana hibah diharapkan dapat memberikan konstribusinya sekian persen untuk kepentingan ruang baca. Diantaranya adalah untuk pembelian koleksi ruang baca. Padahal, dalam kebijakan DIKTI ruang baca tidak diperkenankan melakukan layanan sirkulasi yang mencakup peminjaman dan pengembalian koleksi.

Disamping itu pemberian jabatan Koordinator Ruang Baca atau Perpustakaan kepada dosen senior yang mana “job” ini menjadi “tumpang tindih” dengan Kepala Subbagian Kepegawaian Fakultas. Hal ini disebabkan bahwa yang berwenang memberikan penilaian DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) PNS adalah Kepala Subbagian Kepegawaian Fakultas.

Perpustakaan Fakultas atau Ruang Baca Fakultas dipimpin oleh seorang Koordinator Perpustakaan atau Ruang Baca yang menjabat sebagai dosen. Koordinator ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan (SK) Dekan dan dalam melaksanakan tugasnya mendapatkan honorarium. Fungsinya adalah mengawasi pekerjaan Kepala Urusan Perpustakaan / Ruang Baca dan Stafnya, mengusulkan pembelian koleksi dan memfasilitasi staf untuk melakukan pelatihan dan seminar. Koordinator dan Kepala Urusan dituntut saling bersinergi agar tata kelola Perpustakaan / Ruang Baca menjadi lebih baik.

Definisi ruang baca menjadi rancu jika dikaitkan dengan jumlah judul koleksi yang tersedia di ruang baca. Berdasarkan diskusi penulis dengan Itrisman, SE, Pustakawan Muda di Fakultas Hukum Unand, beliau berpendapat bahwa di Fakultas Hukum, tidak tepat diberi nama ruang baca sebab koleksinya telah mencapai 5000 judul (baca: buku teks dan Jurnal), meskipun tidak mengadakan pembelian koleksi. Perpustakaan Fakultas Kedokteran Unand pun tidak dapat dikatakan ruang baca sebab memiliki anggaran pembelian koleksi dan juga koleksinya telah mencapai 5000 judul. Mendefinisikan antara Perpustakaan dan ruang baca sangat rancu. Tidak ada definisi yang jelas mengenai persoalan ini. Yang terdengar hanya sebuah kebijakan agar manajemen menjadi efektif dan efisien.

 

Ketika Irham, Sekretaris Kepala Perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), berkunjung ke Perpustakaan Unand pada Mei 2010, beliau sempat berbincang dengan penulis dan menyebutkan bahwa di USU, Ruang Baca itu bukan hanya tempat membaca an sich, tetapi juga melakukan layanan sirkulasi. Namun secara sistem, Perpustakaan USU dengan Perpustakaan Cabang Fakultas kedokteran, hukum, teknik dan sebagainya telah terintegrasi didalam satu sistem. Perpustakaan Fakultas di USU tidak dipimpin oleh Koordinator Perpustakaan yang dijabat oleh dosen namun langsung dibawah manajemen seorang pustakawan. Pernyataan tersebut sesuai dengan informasi yang berasal dari http://www.usu.ac.id/unit-pendukung/152-perpustakaan.html  yaitu Perpustakaan Universitas terintegrasi dengan 10 (sepuluh) Perpustakaan. Perpustakaan Cabang Fakultas yang mulai dibuka sejak tahun 2006. Pembukaan Perpustakaan Cabang Fakultas bertujuan untuk mendekatkan pelayanan kepada pengguna. Dengan dukungan infrastruktur teknologi informasi yang tersedia sekarang ini, sistem pelayanan perpustakaan yang terintegrasi dapat dilakukan dengan titik pelayanan yang tersebar di dalam kampus. Perpustakaan cabang terdiri dari: Perpustakaan Cabang Fakultas Kedokteran, Hukum, MIPA, Kedokteran Gigi, Kesehatan Masyarakat, Keperawatan, Ilmu Budaya, Farmasi, Psikologi dan Pertanian. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses terintegrasinya Perpustakaan USU dengan Perpustakaan Cabangnya didasari adanya kebijakan decison maker dengan pimpinan di Fakultas sehingga terwujud koordinasi yang jelas antara perpustakaan induk dan cabangnya. For your information, perpustakaan USU sempat menjadi perpustakaan perguruan tinggi terbaik tingkat nasional dalam dekade 90-an.

 

Di website http://pustaka.unand.ac.id/, terdapat terminologi Perpustakaan dan Ruang Baca. Jika dilihat sepintas perbedaan antara Perpustakaan dan Ruang Baca terletak pada posisi yang ditetapkan oleh Fakultas. Jika berada ditingkat Fakultas maka dinamakan Perpustakaan sedangkan bila ditingkat program studi dan jurusan maka dinamakan ruang baca. 

 

Menurut pengamatan penulis bahwa ada beberapa masalah yang menjadi tanggungjawab decision maker untuk diselesaikan agar tata kelola ruang baca menjadi lebih baik yaitu :

 

Pertama, perlu adanya definisi yang jelas apa yang dinamakan Perpustakaan dan apa yang dinamakan ruang baca.

 

Kedua, perlu adanya regulasi yang mengatur perpustakaan dan ruang baca fakultas dalam hubungannya dengan Perpustakaan Pusat Unand. Dalam Statuta Unand 2007, yang dijelaskan pada BAB VI Unsur Penunjang Pasal 41 Pasal (1), (2) dan (3), Unand memiliki perpustakaan utama dan cabang, Kepala Perpustakaan bertanggungjawab pada rektor dan Rektor memiliki kewenangan untuk mengangkat beberapa orang penyelia. Faktanya di Unand telah muncul istilah ruang baca, komite perpustakaan dan koordinator perpustakaan dan ruang baca. Sebaiknya istilah ini dijabarkan dalam statuta Unand. Penyelia yang dimaksud dalam Statuta Unand 2007 tidak jelas apa peran dan fungsinya apakah sama dengan staf ahli? . Sebagai input, Statuta Unand kedepan sebaiknya menyesuaikan pasal-pasal yang berkenaan dengan Perpustakaan Unand dengan aturan hukum yaitu Standar Nasional Perpustakaan (SNP) Bidang Perpustakaan Sekolah dan Perpustakaan Perguruan Tinggi, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 24 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan.

 

Ketiga, Permendikbud RI No.47 Tahun 2013 Tentang Statuta Unand tidak menjelaskan secara eksplisit tentang Perpustakaan Unand, Perpustakaan Fakultas dan Ruang Baca. Ada baiknya dijelaskan pada Organisasi dan Tata Kerja Universitas Andalas.

 

Keempat, perlu diperjelas fungsi dan peran Koordinator Perpustakaan dan Ruang Baca Fakultas demi peningkatan kualitas Perpustakaan dan Ruang Baca Fakultas

 

Kelima, perlu diadakan Rapat Koordinasi atau pertemuan berkala antara Kepala Perpustakaan, Komite Perpustakaan, Kelompok Pustakawan dan Koordinator Perpustakaan dan Ruang Baca Fakultas agar Unand Bisa (Bersinergi, Inovasi dan Akselerasi) terlaksana demi peningkatan kualitas dan mutu pendidikan di Unand.

 

Tanggungjawab untuk meningkatkan peran dan kualitas Perpustakaan Unand bukan hanya tanggungjawab decision maker namun tanggungjawab seluruh sivitas akademika. Kerja nyata untuk kejayaan bangsa musti dimulai sekarang juga. Vivant et res publica
et qui illam regit! 
Hidup Negaraku dan Pemerintahannya!

 

 

 

 

Read 12441 times Last modified on Senin, 03 Oktober 2016 15:38